Kudus berasal dari kata Al-Quds, yaitu Baitul Mukadis, sebuah nama saat tempat itu dinyatakan sebagai tempat suci oleh Sunan Kudus. Nama sebelumnya adalah Tajug ( Tajug adalah bentuk atap arsitektur tradisional yang sangat kuno dipakai untuk tujuan keramat ), atau dapat disebut juga bangunan makam. Dengan demikan kota Tajug dulunya sudah memilki sifat kekeramatan tertentu.
Lahirnya kota kudus tidak dapat dipisahkan dari nama sesepuh tertua yang pertama-tama menggarap tempat tersebut, yaitu Kyai Tee Ling Sing. Beliau adalah mubaligh Islam dari Yunan, yang datang bersama - sama dengan seorang pemahat / pengukir ulung bernama Sun Ging An ( Kemudian menjadi kata kerja nyungging yang berarti mengukir, daerah ukir mengukir dijaman purbakala ini kemudian menjadi desa Sunggingan ). Kyai Tee Ling Sing kemudian bersama - sama dengan pendatang Ja ' far Shodiq ( sunan Kudus ) secara bertahap berhasil menguasai daerah kudus dan mengembangkanya.
Kota suci Kudus / Baitul Mukadis sudah sangat terkenal di pulau Jawa, dan bahkan Nusantara sebagai pusat penyebaran agama Islam, Masjid besarnya bernama Al - Manar atau Al - Aqsa, seperti masjid suci di Baitul Mukadis bagian Islam. Sejak abad 17 pengunjung - pengunjung barat sudah mengagumi Menara raksasanya - sebuah bangunan kukuh, berarsitektur candi - candi pra - Islam.
2. Kerajaan kecil Kudus
Sejarah kota Kudus tidak lepas dari nama seorang tokoh penyebar agama Islam di tanah Jawa yaitu Ja ' far Shodiq, atau lebih di kenal sebagai Sunan Kudus, bersama tokoh - tokoh agama Islam, mereka membangun kekuasaan berdasarkan wibawa rohani terhadap para jemaah dan orang alim. pada segi tertentu, mereka dapat di bandingkan dengan raja - raja Cirebon dan Giri Gresik, yang memulai kegiatan mereka sebagai pemimpin agama, membentuk dinasti dan berhasil meraih kekuasaan politik cukup besar.
Pemimpin rohani ini berderajat tinggi, penuh semangat tempur bernama sunan Kudus. Ikut bertugas dalam militer melawan Mojopahit pada tahun 1527, bertahun - tahun hidup di Demak sebagai penghulu mesjid suci Demak - karena berselisih denga raja Demak perkara permulaan bulan Puasa beliau pindah ke Kudus dan selanjutnya mendirikan kerajaan kecil disana.
3. Perkembangan kota Kudus
|
Kota Kudus berkembang bersama dengan daerah lain, dan embrio ini sekarang dikenal sebagai kota Kuno atau pusat kota lama, di sebut Kudus kulon dan terdiri dari 7 desa :
Pemukiman : berdasarkan etnis sosiologis, perkembangan pemukiman di Kudus bisa di kelompokan sebagai berikut :
Kudus Kulon :
1. Pusat Kota Lama :
Kauman
Kerjasan
Langgar Dalem
Demangan
Janggalan
Damaran
Kajeksan
2. Daerah Pinggiran Kota :
Krandon
Singocandi
Purwosari
Sunggingan
Kudus Wetan :
1. Daerah Cina :
Panjunan
Kramat
Wergu Kulon
2. Daerah Priyayi :
Nganguk
Glantengan
Barongan
3. Daerah Abangan :
Mlati Kidul
Mlati Lor
Mlati Norowito
Rendeng
Wergu Wetan
4. Desa - Desa Lainya :
Demaan
Burikan
Kaliputu
Penduduk : Disini kita melihat adanya pengelompokan sistem sosial - meminjam Tipologi Jawa dari Geertz yaitu santri, Priyayi dan Abangan, walaupun tidak tepat benar. Penduduk Arab dan Cina juga bermukim disana, termasuk Eropa berdasar sensus tahun 1930 berjumlah 417 penduduk
4. Potret Kota Kudus dalam Sejarah Nasional
|
Suatu Potret yang diambil di rumah H. Mc. Noerchamid, Kunjungan tokoh pejuang nasional Dr. Gatot Subroto dan tokoh - tokoh pejuang Nasional lainya di kota Kudus
5. Sosial Budaya
Melacak Tradisionalisme di Kudus berarti melacak sosial budaya saat ini dan yang lalu untuk mendapatkan gambaran yang tidak terputus. Dan tradisionalisme ini jelas adalah kontinuitas pada lingkungan kota lama, yaitu Kudus Kulon.
Priyayi Kudus adalah Aristokrat keturunan Sunan Kudus, yang diberi gelar oleh pemerintah kolonial dan sebenarnya tidak disenangi oleh mereka, Umumnya mereka tidak kaya, memilih bekerja sebagai pedagang, pengrajin, mubaligh dari pada sebagai pegawai negeri. Orientasi budaya adalah santri. Bahkan salah satu Raden yakni KHR. Asnawi menjadi pendiri NU. Sebagian besar orang - orang Kudus Kulon tinggal di rumah - rumah besar, para generasi lama membangun kekayaan mereka dengan cara hidup sederhana, bekerja keras, menjadi usahawan yang ulung dan santri yang saleh, agak kurang percaya dengan pendidikan ala barat kecuali pendidikan Islam tradisional. Pada periode puncak kemakmuran mereka, mereka cenderung menjadi bangsawan borjuis yang sadar bahwa dengan mereka bertentangan dengan pegawai priyayi dan elite priyayi.
4 komentar:
salut deh,,,kalo bisa artikel nya tentang kota kudus di tambah lagi,,,bikin smkin bangga jadi warga kudus,
Nice post. Kudus kota kecil tetapi mempunyai keanekaragaman yang luar biasa..
Mantap pokoknya....
Andry bin Wignyo bin warga bin Sastro bin Abdulloh umar bin Muhammad madnur bin kartomanadi bin Ahmad benawi bin Ahmad berori bin Nawawi bin syeh muhamad Ali Muria kudus
Posting Komentar